Kota Metro - Konsorsium Jabal Sakti Pandawa (JSP) Kota Metro meminta APH (Aparat Penegak Hukum) Kejaksaan dan Kepolisian melakukan penyelidikan atas dugaan pengondisian lelang proyek pembangunan dan renovasi gedung dan bangunan kantor Imigrasi kelas II Non-TPI Kotabumi, Lampung senilai Miliaran Rupiah.
Hal tersebut disampaikan Pimpinan Konsorsium JSP, Fitra Aditya dalam konferensi persnya di salah satu cafe di Metro. Menurutnya, dugaan pengondisian lelang proyek milik Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) senilai miliaran rupiah tersebut timbul dari gugurnya sejumlah perusahaan yang melakukan penawaran lebih rendah.
"Kami konsorsium Jabal Sakti Pandawa, melalui salah satu unit usaha kami yang beralamat di Kota Metro yang ikut sebagai peserta tender belanja modal gedung dan bangunan untuk kegiatan pembangunan dan renovasi gedung dan bangunan pada kantor Imigrasi Kotabumi, Lampung tahun anggaran 2023 merasa keberatan atas keputusan Pokja yang menggugurkan penawaran kami," kata dia kepada awak media, Kamis (11/5/2023).
Pria yang akrab disapa Fitra itu menerangkan bahwa pihaknya telah melayangkan keberatan atas tender kegiatan pembangunan dan renovasi gedung dan bangunan pada kantor Imigrasi kelas II Non-TPI Kotabumi oleh Pokja Pemilihan di UKPBJ Kemenkumham di Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Setelah kami pelajari dengan seksama, alasan Pokja dalam menggugurkan tidaklah dapat kami terima dan terkesan alasan yang sengaja dibuat-buat. Selanjutnya kami telah mengikuti prosedur sanggah namun Pokja tetap menolak sanggah kami," ujarnya.
Kontraktor muda asal Metro tersebut juga menjelaskan sejumlah hal terkait dengan alasan digugurkannya beberapa perusahaan kontruksi yang melakukan penawaran lebih rendah dibandingkan perusahaan pemenang.
"Berdasarkan pengumuman penetapan pemenang Nomor W.9-PB.02.01.3255 yang menetapkan CV Lembak Indah dengan nilai penawaran Rp 2.721.000.000 keluar sebagai pemenang dan menggugurkan perusahaan kami padahal menawar lebih rendah dengan nilai penawaran Rp 2.315.754.378,67," jelasnya.
"Agar dapat dipahami dengan seksama, alasan yang menggugurkan dan sanggah dari kami adalah karena Pokja menilai perusahaan kami tidak memiliki sertifikat standar yang sudah terverifikasi sesuai dengan Bab VIII. Tata cara evaluasi kualifikasi huruf B.2.a.4 dan persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang atau PKKPR, izin lokasi sesuai dengan PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan berusaha berbasis resiko berdasarkan tingkat resiko seperti yang tercantum pada dokumen pemilihan bab V," sambungnya.
Dirinya juga membeberkan tudingan perihal Lembar Data Kualifikasi (LDK) yang dianggap tidak lengkap dengan tidak melampirkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) seperti yang dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan Bab V.
"Pada tanggal 8 Mei 2023 kami mengajukan sanggah dengan poin yang pertama Pokja merubah hasil evaluasi yang tertera dalam website Ipse.kemenkumham.go.id yang semula ada 3 perusahaan yang lulus evaluasi berubah menjadi hanya 1 perusahaan yang lulus. Kemudian kedua, Pokja menilai bahwa kami tidak memiliki sertifikat standar yang sudah terverifikasi sesuai dengan Bab VIII Tata Cara Evaluasi Kualifikasi Huruf B.2.a," terangnya.
Padahal menurutnya, perusahaan ia pimpin telah melampirkan dan sesuai dengan persyaratan kualifikasi yang diminta yaitu memiliki sertifikat standar ruang lingkup kode klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) 41011 yang mana sesuai dengan PP No. 5 Tahun 2021 dengan klasifikasi resiko menengah tinggi.
"Dokumen Sertifikat Standar yang kami unggah dalam dokumen penawaran merupakan dokumen hasil dari kami mengunduh di laman oss.go.id. Bisa kami tunjukkan secara langsung, dokumen Sertifikat Standar yang kami unggah juga berbeda dengan dokumen NIB tapi Pokja menganggap dokumen yang sama, padahal itu berbeda," ucapnya.
"Lalu Pokja juga menilai bahwa kami tidak memiliki PKKPR. Padahal, dalam dokumen penawaran kami mengunggah surat pernyataan terkait tata ruang yang kami dapatkan dari mengunduh pernyataan terkait tata ruang di laman oss.go.id. Telah kami konsultasikan dengan pihak DPMPTSP Kota Metro dan menyatakan bahwa surat tersebut sah sebagai bukti PKKPR, serta diperkuat juga dengan referensi hukum PP Nomor 21 Tahun 2021," tambahnya.
Selanjutnya, Fitra menyampaikan bahwa Pokja menilai bahwa pihaknya tidak melampirkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) seperti yang dipersyaratkan dalam Dokumen Pemilihan Bab V Lembar Data Kualifikasi (LDK).
"Padahal kami jelas terbukti telah melampirkan SBU dan sesuai dengan yang diminta. SBU yang kami unggah dalam dokumen penawaran telah sesuai, ada BGOO1 yang diminta dan masih berlaku dan diakui sampai dengan tanggal 21 Desember 2023. Lalu, pada tanggal 9 Mei 2023 Pokja telah menjawab sanggah kami dan menolak," pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, penasehat hukum Konsorsium JSP, M. Novri Pratama, S.H menyatakan sikap keberatan atas digugurkannya perusahaan milik kliennya dalam lelang tender tersebut.
"Kami meminta kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau APIP, Kemenkumham RI untuk mengevaluasi dan mengaudit kinerja Pokja yang terkait dalam tender ini. Jika terbukti ditemukan kesalahan dalam pelaksanaan tender ini, maka tahapan tender harus dihentikan dan tender dibatalkan," pintanya.
Selain itu pihaknya juga akan melakukan pendampingan terhadap kliennya saat berupaya menempuh jalur hukum. Ia juga menyinggung isu dugaan pengondisian lelang proyek di tubuh Kemenkumham Lampung.
"Kami meminta kepada pihak aparat penegak hukum untuk aktif terlibat mengawasi tahapan tender tersebut. Selai itu kami juga akan mengambil langkah-langkah hukum berikutnya. Soal dugaan pengondisian, ya kalau kita lihat historis sebelumnya, memang dugaan-dugaan ke arah tersebut cukup kuat dari tender-tender sebelumnya," singgungnya.
"Kemenkumham di provinsi Lampung memang selalu memenangkan perusahaan dengan nilai penawaran yang justru lebih tinggi. Banyak perusahaan-perusahaan dengan nilai penawaran yang lebih rendah justru digugurkan dengan alasan yang kami anggap bisa saja dibuat-buat. Itulah yang menjadi dasar kecurigaan kita," sambungnya lagi.
Yuki Akbar, salah satu direktur perusahaan yang tergabung dalam konsorsium menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Dirinya juga berharap pihak kepolisian, kejaksaan, serta KPK dapat masuk melakukan pengawasan dan penyelidikan atas dugaan pengondisian lelang proyek yang dapat merugikan keuangan negara.
"Kami akan terus mengikuti prosedur hukum yang berlaku, karena memang jawaban atas sanggah sudah kami terima. Dan selanjutnya penasehat hukum akan melakukan kajian-kajian untuk menempuh proses hukum selanjutnya," kata dia lagi.
"Kami akan mengadukan persoalan ini ke lembaga pengawas APIP. Selain itu kami juga meminta kepada penegak hukum di daerah hingga pusat, khususnya KPK untuk ikut menyoroti persoalan ini," tandasnya. (Chandra)