Jakarta -Kisruh dualisme kepengurusan Apartemen Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat, tak kunjung selesai selama bertahun-tahun.
Pihak PT Duta Pertiwi selaku pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan pemilik rumah susun campur (PPRSC) kubu Heri Wijaya buka suara.
Perwakilan PT Duta Pertiwi Tbk, Satya Dharma, mengatakan 200 penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) belum membayar tagihan listrik ke pengelola sebesar Rp40 miliar. Satya menyarankan agar dilakukan audit dari kedua pihak.
Hal itu disampaikan oleh Satya dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 23 Mei 2023.
Satya sempat menyatakan jika pihaknya merasa kecewa lantaran Tonny Soenanto telah membentuk Forum Komunikasi Warga (FKM) dan memungut biaya tagihan listrik dan air tanpa sepengetahuan pihaknya.
"Kami merasa terzolimi karena Pak Tonny Soenanto telah memungut biaya tagihan service charge listrik air tanpa sepengetahuan kami, bahkan tidak menyetorkan kepada PPRSC Heri Wijaya agar kami dapat melakukan pembayaran listrik," ujar Satya.
Menurut Satya pungutan biaya itu tidak dibayarkan kepada pengelola. Karena itulah Satya menyatakan pihaknya tidak mau mundur lantaran sejak 2013-2023 telah menangani 200 unit yang tidak membayar sebesar Rp40 miliar.
"Kenapa kami tidak mau mundur? Tadi kan pertanyaannya itu, karena dari ada sengketa ini di tahun 2013 sampai 2023 kami menalangani yang 200 unit ke Saurip Kadi, 200 itu kan bayar ke Saurip tapi tidak dibayarkan ke kami," katanya.
"Kurang lebih Rp 40 miliar, itu diberesin dulu, kami menyarankan ada lembaga leguitator untuk mengaudit keuangan kami dan keuangan mereka," lanjutnya.
Penjelasan Polda Metro
Sebelumnya, Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto membahas permasalahan tersebut.
Karyoto mengatakan perkara sengketa Apartemen GCM sampai saat ini belum memperoleh solusi.
"Dalam perjalanannya, bahwa kami memonitor penyelesaian bahwa sengketa kepengurusan Apartemen GCM sudah menempuh berbagai jalur dalam penyelesaian sengketa, bahkan pernah ada cara-cara yang sampai menyebabkan gangguan Kamtibmas," ujar Karyoto.
"Ini kenapa kami ada di sini, dengan demikian sampai saat ini belum terjadi kesepakatan untuk mencari solusi secara musyawarah," sambung Kapolda.
Dalam rapat itu, turut hadir pihak-pihak yang bersengketa termasuk penghuni apartemen dan pengelola PT Duta Pertiwi.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menambahkan bahwa dari data yang didapat Polda Metro Jaya GCM dibangun dalam dua tahap. Yaitu tahap pertama pembangunan 6 menara apartemen, yang terdiri atas 888 unit apartemen dan 161 unit ruko selesai tahun 1997.
"Kemudian tahap kedua pembangunan pusat perbelanjaan dan juga rukan 4 susun selesai pada tahun 2002 ," ujar Hengki.
Menurut Hengki usai pembangunan selesai dilakukan, kemudiab dibentuk Perhimpunan Pemilih Rumah Susun Campuran (PPRSC) GCM dengan SK Gubernur Nomor 1209 Tahun 2000.
"Pada 2002-2012, mereka menunjuk PT Duta Pertiwi untuk menjadi pengelola, yang mengelola IPL (Iuran Pengelola Lingkungan). Namun, pada 2013, PPRSC mengumumkan kenaikan rencana IPL dan PPN. Dari sanalah, awal mula konflik terjadi yang mendapatkan resistensi dari sekelompok warga," Katanya.
Rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPR ini tidak dihadiri oleh pihak Saurip Kadi. Dalam waktu dekat, Komisi III DPR akan mengundang kembali para pihak, termasuk Saurip Kadi.
"Dalam waktu dekat kami akan mengundang Duta Pertiwi, Pak Saurip Kadi, Komisi III, dan Polda Metro Jaya sebagai saksi saja," kata Desmond. (Red)